Rabu, 24 Desember 2014

Lactose Intolerance, dan cara menghadapinya




 sumber: meetdoctor

Another silly thing about me. Gue punya kondisi yang bisa dibilang silly, dimana perut gue selalu mencret setiap mengkonsumsi produk olahan susu, atau nama kerennya Lactose Intolerance. Kurang lebih, definisi yang gue peroleh dari wikipedia, LI adalah kondisi dimana organ pencernaan kita gak bisa mengkonsumsi produk susu karena kekurangan laktosa

Jika dilihat dari definisi tersebut, maka tingkat LI bervariasi, dari ringan, sampai mengerikan. Ringan artinya kita masih bisa mengkonsumsi produk olahan dengan tambahan produk susu, sedangkan berat, artinya sama sekali tidak bisa menerima susu dalam makanannya. Kasus gue sendiri, gue masih bisa mengkonsumsi beberapa produk, seperti coklat rasa susu (c*dburry) dan es krim vanilla (camp*na) tanpa masalah. Sedikit bermasalah ketika mengkonsumsi minuman energi rasa coklat (m*lo), dan bermasalah total ketika mengkonsumsi susu full cream (ind*milk). Ketika makan yoghurt, pencernaan lancar tapi tidak ada insiden kentut kentut, jadi gue gak memasukkannya ke dalam hitungan.

Indikasi LI sendiri yang gue alami ada beberapa, tapi yang paling umum ada dua, tetapi berasal dari satu akibat, produksi gas di perut yang berlebihan. Indikasi pertama, perut biasanya mengeluarkan suara gemuruh (halah) setelah 4-8 jam mengkonsumsi produk alergen. Indikasi kedua, selang 2-3 jam sesudahnya, gue akan banyak memproduksi *maaf* kentut. Wew, sebetulnya bukan sesuatu yang berbahaya juga tapi lebih ke perasaan malu dan tidak nyaman karena tidak leluasa mengeluarkan gas apabila di lingkungan publik, misalnya, area kerja, meskipun gasnya bukan sesuatu yang berbau. 
 
Mengatasi LI sendiri susah susah gampang. Susah karena agak ribet, gampang karena banyak opsi diluar susu sapi yang bisa kita pilih.
1. Layaknya penderita alergi pada umumnya, yang harus kita lakukan adalah menghindari paparan alergen sebaik mungkin. Hindari semua produk berbahan susu sapi yang memicu reaksi alergi.
2. LI terjadi karena tubuh tidak memproduksi cukup laktase untuk mencerna laktosa. Terapi bisa jadi solusi asal dilakukan dengan benar. Konsumsi susu sapi bubuk dengan konsentrasi yang diturunkan, kemudian dinaikkan secara bertahap. Misalnya seperti ini:
- 3 hari awal terapi, konsumsi susu bubuk dengan dosis 1/2 dari anjuran normal di kemasan (kalau di kemasan 3 sdm per gelas, cukup gunakan 1.5 sdm per gelas)
- 3 hari kemudian, naikkan dosisnya, supaya hitungannya mudah, naikkan menjadi 2/3 dosis, atau 2 sdm per gelas
- 3 hari kemudian, gunakan dosis sesuai rekomendasi, 3 sdm per gelas
Selangnya tidak harus selalu 3 hari, karena respon masing masing tubuh berbeda. Hanya sayangnya, metode ini harus rutin dilakukan, karena begitu putus, produksi laktase akan menurun kembali. Dan jika respon tubuh sudah normal, maka harus terus mengkonsumsi susu sapi supaya tidak kembali mencret.
3. Gunakan produk pengganti susu non sapi sebagai sumber protein. Untungnya, sudah ada beberapa produk yang bisa dipilih, yaitu susu kambing, susu sapi tanpa laktosa, dan susu kedelai.
a. Susu kambing, memang tidak mengandung laktosa sehingga direkomendasikan oleh banyak nutrisionis, hanya saja masalahnya, selain susah didapat, baunya lebih kuat daripada susu sapi.
b. Susu sapi tanpa laktosa, solusi simpel, karena sudah banyak produk susu bubuk yang tidak mengandung laktosa, hanya ketika saya browsing kemarin, kebanyakan adalah produk untuk bayi atau balita. Agak susah mencari untuk dewasa. Saya sendiri tidak mencari karena sudah punya alternatif ketiga.
c. Susu kedelai, mau bubuk atau cair, bisa dibilang sama saja. Susu cair, bisa AB* sari kedelai yang bisa dijumpai di toko, atau bisa beli di abang abang yang keliling gang sambil memukuli tutup panci, lol. Untuk produk susu bubuk, dipasar juga banyak, lebih mudah lagi kalau membeli di toko makanan impor. Saya sendiri sekarang menggunakan produk dari RRT, dengan label Indonesia 'Organic Soyabean Powder.'
Mau pilih yang mana, solusi ada di tangan anda. *Halah
Bonus:
Berbagi pengalaman minum susu kedelai, begini trivianya:
1. Kandungan protein hampir sama dengan susu sapi, walaupun tak setinggi produk pembentuk otot ataupun susu ibu hamil.
2. Susu kedelai saya punya kecenderungan tidak larut sepenuhnya dalam air panas. Beberapa bagian masih membentuk gumpalan sendiri dan tidak bisa seluruhnya larut secara homogen.
3. Karakter produk kacang kacangan adalah mengandung asam amino Lysine yang mengandung unsur Sulfur, jadi jangan kaget kalau nanti *maaf* kentutnya lebih beraroma. Lol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar